I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
karakter dalam konteks kekinian sangat relevan dan
penting untuk mengantasi krisis moral yang terjadi di Indonesia. Diakui atau
tidak diakui saat ini terjadi krisis nyata dan mengkhawatirkan karena telah
berimbas kepada anak-anak dan remaja usia sekolah. Krisis tersebut berupa
tawuran antar pelajar, menurunnya kejujuran, kehilangan daya kreatif (kreatifitas),
tanggungjawab, dan sebagainya yang sudah menjadi masalah sosial dan ikut
memberi andil terjadinya konflik ditingkat rakyat bawah (akar rumput).
Pendidikan sebagai
suatu upaya sadar mengembangkan potensi peserta didik (siswa), tidak dapat
dilepaskan dari lingkungan mereka berada, utamanya lingkungan budaya, karena
pendidikan yang tidak dilandasi prinsip
budaya menyebabkan peserta didik tercabut dari akar budayanya, dan ketika hal
itu terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya dan akan menjadi asing dalam
lingkungan budaya (masyarakat) nya, kondisi demikian menjadikan siswa cepat
terpangaruh oleh budaya luar.
Kecenderungan itu terjadi karena ia
tidak memiliki norma dan nilai budaya yang dapat digunakan untuk melkukan
pertimbangan (valueing). (Kemendiknas,
2010:5).
Dalam kaitan
tersebut, pendidikan nilai kebangsaan atau dewasa ini dikenal dengan pendidikan
karakter menjadi amat penting. Karena melalui kegiatan tersebut nilai-nilai
kebangsaan akan tersosialisasi sistimatis dan diterima semua kalangan utamanya
peserta didik (siswa) sebagai generasi muda bangsa; pendidikan karakter sebagai
wujud implementasi sosialisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa, adalah format
penguatan yang sistematis dan terencana. Semakin kuat seseorang memiliki dasar
pertimbangan nilai kebangsaan, semakin kuat pula kecenderungan untuk
tumbuh dan berkembang menjadi warga
masyarakat yang baik, dan pada titik kulminasinya secara individual maupun
kolektif akan memegang teguh nilai budaya. Hal tersebut sesuai dengan fungsi
utama pendidikan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun
2003, yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam angka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu,
aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas)
sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi
diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Proses pengembangan
nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses
yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam
kurikulum. Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya
adalah bagian yang teramat penting, kesadaan tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui
pencerahan masa lalu, masa kini dan akan datang tentang bangsanya. (Kemendiknas,
2010:6)
Pendidikan karakter
sejatinya merupakan bagian esensial tugas sekolah dalam hal ini sebagai
proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan
pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat.
Zubaedi (2011)
menyatakan pendidikan karakter adalah:
Upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan
dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan
nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan
Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannya. Nilai luhur tersebut
antara lain kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan
berfikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berfikir logis. Pendidikan
memiliki beberapa tujuan utama yaitu; pengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia sekaligus warga bangsa;
mengembangkan kebiasaan dan perlaku peserta didik yang terpuji, menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggungjawab, mengembangkan peserta didik menjadi manusia
mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan, mengembangkan lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan.
Dalam mewujudkan
tujuan pendidikan karakter, sangat dibutuhkan peran guru dalam pengelolaan
pendidikan karakter yang benar-benar memiliki kekuatan dalam menciptakan
suasana yang kondusif bagi tumbuh
kembangnya nilai-nilai karakter yang diharapkan, bukan sekedar konsep yang
ditempelkan pada mata pelajaran tertentu untuk mendapatkan pengakuan bahwa pendidikan
karakter sudah dilaksanakan, sehingga tidak memberikan dampak yang berarti
terhadap kepribadian peserta didik.
Pada studi awal
lapangan ditemukan sekitar 79 persen guru SMP 1 Biromaru menyatakan bahwa
pendidikan karakter sudah dilaksanakan, hal tersebut dibenarkan Wakasek
Kesiswaan Drs. Amir saudo (diwawancarai,
26/03/2012) yang menyatakan telah
dilaksanakan aktifitas sebagai bentuk pendidikan karakter yakni: pembiasaan
perilaku siswa yang mengarah kepada peningkatan kesadaran diri dan lingkungan (akhlak
mulia) dengan wujud : tiap-tiap siswa datang ke sekolah pagi hari memunguti
rumput dan membuangnya ke tong sampah; berbaris tertib saat masuk dan keluar
ruang belajar; menghormati guru yang dijumpai dengan menjabat tangan sang guru
tak peduli apakah mengajar di kelasnya atau tidak. Pembiasaan tersebut sudah dilakukan sejak
tahun pelajaran 2000 – 2001 hingga sekarang.
Berkaitan dengan
pelaksanaan pendidikan karakter yang
disosialisasikan ke sekolah SMP 1
Biromaru menjelang tahun pelajaran 2010
– 2011, dalam tinjauan perilaku pembiasaan
tampaknya sama dengan apa yang sudah dilakukan selama ini, namun apabila
bertitik
tolak pada pengelolaan yang
sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Karakter yang diterbitkan Kemendiknas (2011:26) yakni :
menyusun analisis konteks, menyusun
Rencana Akasi Sekolah (RKS) yang berintikan penyusunan dokumen tentang
nilai-nilai yang akan dikembangkan secara terstruktur dan
terprogram dalam visi, misi serta prinsip pengembangan; pembelajaran, inovatif, kreatif , adaptif dan proaktif
berbudaya lingkungan sampai kepada
kurikulum yang adaptif, belum
dilaksanakan secara penuh, maka sesuai dengan penelitian awal yang dilaksanakan di SMP 1 Biromaru, hanya 12 persen dari seluruh
guru yang menyatakan sudah dilaksanakan pengelolaan pendidikan karakter, selebihnya yakni 88 persen menyatakan belum dilakukan pendidikan
karakter.
Memperhatikan
temuan tersebut dan dihubungkan dengan informasi Ibu Dra. Hayatun Nufus salah
seorang guru (diwawancarai, 28/03/2012)
bahwa sesuai dengan informasi dari pihak Pengawas sekolah yang ditugaskan
melakukan sosialisasi pendidikan karakter di SMP 1 Biromaru, maka pendidikan
karakter dilakukan melalui pencantuman nilai-nilai karakter tertentu ditiap-tiap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu
pada setiap Kompetensi Dasar (KD). Nilai
pendidikan karakter dianggap tercapai
apabila KD yang diajarkan tuntas, yang dinilai melalui penilaian atau tes formatif. Ditambahkan pula bahwa proses penanaman
nilai-nilai karakter dianggap satu bagian tak terpisahkan dari proses
pembelajaran yang dilakukan, walaupun kurikulum yang digunakan belum dilakukan
penyesuaian dengan kurikulum khusus untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
karakter.
Menurut
Kepala Tata Usaha (KTU) SMP 1 Biromaru (01/04/2012) pendidikan karakter
di SMP 1 Biromaru benar sudah
dilaksanakan sudah dilaksanakan
sebagaimana dikemukakan oleh guru-guru, baik itu mengatur perilaku siswa maupun
melakukan pembinaan di kelas dan
pembinaan ketakwaan di mesjid serta pembinaan lainnya melalui Pramuka dan
Palang Merah Remaja (PMR), namun hal-hal yang berhubungan dengan administrasi
pembelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter seperti kurikulum,
sarana, cara-cara mengajar apalagi dalam hal menegakan disiplin terhadap siswa
pada pagi hari sampai waktu pulang sekolah masih jadi masalah , karena bukan kendalanya bukan saja pada siswa; tetapi guru juga
sendiri masih jauh dari sikap disiplin dalam melaksanakan tugasnya; mereka belum bisa memberikan keteladanan yang sungguh-sungguh, lebih
banyak menuntut hak daripada
melaksanakan kewajibannya sebagai guru. Sehingga tidak mengherankan kalau disiplin yang harapkan belum bejalan baik, demikian
pula kejujuran, sopan santun, kratifitas dan kemandirian belum bisa diwujudkan
secara maksimal di sekolah, apalagi di rumah.
Kondisi
obyektif lapangan yang ditemukan, apabila dihubungkan
dengan pelaksanaan pendidikan karakter sesuai dengan pedoman Kemendikbud (2011:13)
yang menyatakan pelaksanaan pendidikan
karakter dimulai dari tahap perencanaan visi, misi dan tujuan sekolah, tahap
pelaksanaan, tahap pengkondisian pendidikan karakter, tahap penilaian
keberhasilan dan tindak lanjut, maka hasil
temuan lapangan mengidikasikan pengelolaan pendidikan karakter di SMP 1
Biromaru belum sesuai sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan Desain Induk Pendidikan Karakter (2011)
ataupun Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pendidikan Karakter SMP (2011).
Dengan kasus yang tampak tersebut, peneliti
tertarik dan terdorong mengungkap dan
mempelajari lebih jauh tentang bagaimana
sesungguhnya implementtasi pengelolaan
pendidikan karakter di SMP
Negeri 1 Biromaru sehingga benar-benar mampu berkontribusi dalam proses
pembentukan karakter peserta didik
yang konsisten, sehingga
pemahaman
siswa terhadap nilai-nilai kehidupan yang terpuji (akhlak
mulia), tidak lagi hanya melalui proses pembiasaan dan pencantuman nilai-nilai dalam program
pembelajaran semata, tetapi dilakukan secara holistik multi jalan dan multi program, mengingat SMP 1 Baromaru adalah
satu-satunya SMP Standar Nasional
(SSN) dari 44 SMP yang ada di Kabupaten
Sigi, dan menjadi salah satu sekolah yang berada di kawasan konflik Sigi,
meskipun demikian tidak pernah terlibat dalam konflik.
B.
Rumusan Masalah
Agar
penelitian ini lebih fokus terhadap permasalahan yang akan diteliti maka fokus
penelitiannya adalah implementasi pengelolaan pendidikan karakter di sekolah dari aspek perencanaan,
pelaksanaan dan penilaiannya. Pokok masalah tersebut disusun dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana menyusun
perencanaan yang implementatif
sehingga dapat diterapkan dalam
pendidikan karakter di SMP 1 Biromaru Kabupaten Sigi. ?
2. Bagaimana menjelaskan implementasi pendidikan karakter di
SMP Biromaru Kabupaten Sigi. ?
3. Faktor apa yang mempengaruhi implementasi pendidikan
karakter di SMP Biromaru Kabupaten Sigi. ?
4. Bagaimana melaksanakan penilaian implementasi pendidikan karakter di SMP
Biromaru Kabupaten Sigi. ?
C.
Tujuan
Penelitian
Secara
umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan pendidkan karakter di SMP Negeri 1
Biromaru Kabupaten Sigi. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui
dan memahami perencanaan yang implementatif
sehingga dapat diterapkan dalam
pendidikan karakter di SMP 1 Biromaru Kabupaten Sigi.
2.
Untuk mengatahui
dan memahami menjelaskan implementasi pendidikan karakter
di SMP Biromaru Kabupaten Sigi.
3.
Untuk
mengetahui, memahami Faktor apa yang
mempengaruhi implementasi pendidikan karakter di SMP Biromaru Kabupaten Sigi.
4.
Untuk
mengetahui, memahami melaksanakan penilaian implementasi pendidikan karakter di SMP
Biromaru Kabupaten Sigi.
D.
Manfaat
Penelitian
Rencana
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut :
1.
Secara
teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah terhadap perencanaan implementasi pengelolaan
pendidikan karakter di sekolah dalam
rangka pembinaan manusia Indonesia yang religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, bersahabat/komunikatif, cinta damai
, gemar membaca, peduli sosial, peduli lingkungan.
2.
Secara
praktis penelitian ini
diharapkan mengetahui implementasi pengelolaan pendidikan karakter di SMP
berkontribusi positif terhadap kemampuan
sekolah dan guru dalam hal pengelolaan pendidikan karakter dalam upaya menumbuh kembangkan kesadaran akan pentingnya nilai
karakter religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, bersahabat/komunikatif, cinta
damai , gemar membaca, peduli sosial, pada peserta didik (siswa)
3.
Sebagai temuan konstruktif mentetahui faktor yang mempe implementasi pengelolaan pendidikan karakter; sejak dari
perencanaan, pengkondisian, pengawasan dan penilaian pendidikan karakter dalam
rangka membangun kepribadian siswa yang memiliki kesadaran
akan pentingnya nilai hidup religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, bersahabat/komunikatif, cinta damai , gemar membaca, peduli sosial.
E. Fokus Penelitian
Bertitik tolak dari pandangan Moleong (2007:237) menyatakan tidak satupun penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus, maka fokus penelitian adalah peningkatan kompetensi Guru dalam sekolah dalam pengelolaan pendidikan karakter yang efektif melalui kegiatan; perencanaan, pengkondisian, pengawasan dan penilaian untuk menumbuh kembangkan nilai karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial pada diri SMP 1 Biromaru, khususnya aspek pengelolaan, program, dan strategi implementasi yang dilakukan oleh pihak Kepala Sekolah dan Guru mata pelajaran pengetahuan sosial (mata pelajaran Pendidikan Agama, PKn dan muatan lokal); bahasa (mata pelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia); dan eksakta (mata pelajaran fisika dan matematika).
II. KAJIAN TEORI
A.
Pengelolaan
Untuk menuju point education change (perubahan
pendidikan), maka pengelolaan (manajemen) pendidikan harus
diprioritaskan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Pengelolaan (manajemen) dalam sebuah
organisasi pada dasarnya suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian
tujuan organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar: planning,
organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya
organisasi.
Menurut David,
(2004) Planning; merupakan proses
menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam
kenyataan. Menurut Usman (2010:65-66)
perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk
dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang
ditetapkan. Sebagai kegiatan yang akan dilakukan di masa akan datang, maka
perencanaan mengandung unsur (1) sejumlah kegiatan yang telah ditetapkan
sebelumnya (2) adanya proses, (3)hasil yang dicapai, dan (4) menyangkut masa
depan dalam waktu tertentu. Perencanaan amat
penting untuk implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil,
terutama karena aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff,
dan pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik.
Organizing
(pengorganisasian) menurut Usman (2010:144-149); adalah suatu proses kerja sama
dua orang atau kebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, oleh
karena itu dalam pengorgnisasian terkandung tiga unsut; (1) kerja sama, (2) dua
orang atau lebih, (3) tujuan yang hendak dicapai. Menurut David,
(2004) Pengorganisasian berfungsi: membagi-bagi tugas
menjadi pekerjaan yang lebih sempit (spesialisasi pekerjaan), menggabungkan
pekerjaan untuk membentuk departemen (departementalisasi), dan mendelegasikan
wewenang.
Actuating; menurut Kadarman
(1996) adalah seni atau proses untuk
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai
tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok,
sehingga dapat didefinisikan sebagai suatu
kemampuan, proses atau fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan
orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Controling menurut Usman (2010:504) ialah kegiatan memantau,
menilai, dan melaporkan apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana semula. Kegiatan mengawasi pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan dengan
yang sebelumnya terjadi. Menurut Sagala, (2007;67)
controling dan pengawasan adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang
penyelenggaraan suatu kerja sama antara guru, kepala sekolah, konselor,
supervisor, dan petugas sekolah lainnya dalam institusi sekolah.. Data itu
dipakai untuk mengidentifikasi apakah
proses pencapaian tujuan melalui proses pembelajaran berjalan dengan baik. Apakah ada penyimpangan
pada kegiatan itu serta kelemahan yang yang didapatkan dalam penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran.
Dalam
konteks pendidikan pengelolaan berarti suatu
proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan pendidikan yang dicapai melalui proses planning(perencanaan),
organizing(pengorganisasian),
actuating(pengarahan),
dan controlling (pengawasan/ pengendalian) program-program
pendidikan. Oleh karena itu dalam mewujudkan tujuan pendidikan dengan orientasi
khusus seperti karakter, diperlukan implementasi pengelolaan (manajemen) strategis
sehingga pencapaian tujuan diperoleh maksimal.
Pengelolaan
(manajemen) strategis adalah suatu aktifitas untuk mensinkronisasi kemampuan
internal oranisasi dengan peluang dan
ancaman eksternal guna merumuskan langkah stagis dalam mencapai tujuan dan mempertahankan
nilai-nilai organisasi, yang memungkinkan organisasi mampu beradaptasi dengan
lingkungan yang menguntungkan. Menurut Rowe
(1989:12) manajemen strategis berpusat pada model empat faktor dan mengelolanya
untuk mencapai tujuan stratejik. Fungsi manajemen strategik untuk
menyelaraskan operasi onternal
organisasi, termasuk sumber daya manusia, fisik, dan keuangan, untuk mencapai interaksi optimal dengan lingkungan
eksternal. Manajemen stragik didasarkan pada operasional organisasi,
nilai-nilai keyakinan mendasar tentang bagaimana bisnis (usaha) harus
dilakukan. Dalam proses manajemen strategis menggabungkan jenis nilai-nilai
yang diidentifikasi. (Rowe, dkk. 1989:12).
B. Pendidikan Karakter
Secara umum
pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keakhlian
khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat.
Secara harfiah karakter artinya
kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti individu yang menjadi
kepribadian khusus, pendorong dan penggerak, serta pembeda satu individu dengan
lainnya. Menurut Koesoema (2007:52-218) pendidikan karakter merupakan
struktur antropologis yang terarah pada proses pengembangan dalam diri manusia
secara terus menerus untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia yang
mempunyai keutamaan yakni dengan mengaktualisasikan nilai-nilai keutamaan
seperti keuletan, tanggung jawab, kemurahan hati, dan semisalnya. Hal ini
karena Koesoema menganggap bahwa jiwa manusia bisa dirubah dengan pendidikan, dan ini bisa dilakukan di sekolah. Disekolah
tersebut bisa diterapkan lima metode pendidikan karakter yakni; (1)
mengajarkan pengetahuan tentang nilai, (2) memberikan keteladanan,
(3) menentukan prioritas, (4) praksis prioritas dan (5) refleksi. Semua metode
itu dilaksanakan dalam setiap momen disekolah, kemudian diaktualisasikan di
lingkungan masyarakat supaya mereka bisa
mengotrolnya dan juga turut serta mempraktekkannya.
Menurut Raka (2011:t6)
pendidikan karakter di Indonesia pada saat ini diperlukan semua orang, untuk
250 juta rakyat Indonesia. Oleh Azzet (2011:15), Pendidikan karakter di
Indonesia saat ini adalah kebutuhan yang mendesak, sebab karakter adalah
kekuatan yang membentengi diri kita dari segala macam godaan yang mendorong
pada tingkah laku tidak terpuji John, (2011:vii). Karakter merupakan
cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara Samani, (2011:41).
Dalam rangkaiannya dengan
identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku
yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal
berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas
pilar; kedamaian (peace), menghargai
(respect), kerja sama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility),
kasih sayang (love), tanggung jawab (responssibility),
kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance)
dan persatuan (unity) Samani, (2011:42).
Karakter religius teraplikasi
dalam wujud kehidupan berprilaku yang baik; penuh dengan kebajikan; yakni berprilaku baik
terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta) dan
terhadap diri sendiri. Dalam dunia modern ini, manusia cenderung melupakan the virtuous life atau kehidupan yang
penuh kebajikan, termasuk di dalamnya self-oriented
virtuous atau kebajikan terhadap diri sendiri, seperti self control and moderation atau pengendalian diri dan kesabaran;
dan other-oriented virtuous atau
kebajikan terhadap orang lain, seperti generousity
and compassion atau kesediaan berbagi dan merasakan kebaikan. Kemendiknas, (2010).
Karakter moral dalam menurut
Dewantara (1962:484) adalah mendukung perkembangan hidup anak, lahir dan
batin dari sifat kodratinya menuju kearah suatu peradaban. Disini jelas pendidikan
moral essensinya adalah mengembangkan kecerdasan moral (building moral intelligence) atau mengembangkan kemampuan moral
anak, sehingga mampu menentukan benar dan salah, baik dan buruk, yang wajar dan
tidak wajar, yang pantas atau tidak pantas, serta yang patut atau tidak patut untuk
dikerjakan seseorang.
Karakter kemandirian adalah suatu
karakter yang menunjukan adanya rasa percaya diri dan bertanggungjawab dalam
menentukan sikap; atau kemampu untuk mengambil keputusan dan menentukan tepat
tidaknya tindakan yang diambilnya. Menurut Khan (2010:1) pendidikan karakter
mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk
hidup dan bekerja sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara, membantu mereka
membuat keputusan dan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Karakter nasionalisme (kebangsaan) yaitu
suatu bentuk kesadaran akan masyarakat dan bangsanya sendiri. Zubaedi, (2011:14) mengatakan Pendidikan karakter akan memastikan siswa merenungkan etika
pribadi mereka dan bagaimana tindakan
mereka mempengaruhi orang di
sekitar mereka. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of
school life to foster optimal character develompment (usaha kita secara
sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pengembangan
karakter dengan optimal). Hal ini berarti bahwa untuk mendukung perkembangan
karakter peserta didik harus melibatkan seluruh komponen sekolah baik dari
aspek kurikulum (the content of the
curriculum ), proses pembelajaran ( the
procces of instruction ), kualitas
hubungan ( the quality of
relationship ), penanganan mata pelajaran ( the handling of discipline ), pelaksanaan aktifitas ko-kurikuler,
serta etos seluruh lingkungan sekolah.(Zubaedi, 2011:14)
- Pendidikan Karakter di Sekolah
Tilaar, (2007:15) menyatakan pendidikan kareakter di sekolah, merupakan proses penciptaan suasana masyarakat yang hidup dengan pijakan kokoh nilai-nilai nasionalisme yang kuat, yang diperoleh melalui penanaman nilai entity dan identity dari
kearifan lokal (lokal wisdom); memiliki
kemampuan peradaban tinggi setara dengan perkembangan dunia.
Manusia-manusia berkualitas yang diharapkan bukan manusia
yang lepas dari akar budayanya, melainkan manusia yang
tetap berpijak dan memiliki mainstream
identity sendiri sebagai wujud kesadaran ethinisitas untuk merekat
kerenggangan atau konflik masyarakat dalam paradigma terbuka mengembangkan
sikap menerima kehadiran dan hidup bersama kebudayaan lain sebagai suatu entity
untuk berkembang meraih kemajuan peradaban.
Secara substantive menurut Kemendiknas (2010:10) character
terdiri atas 3 (tiga) yakni:
1). Operatives, 2). Values,
3).Values in action,
atau tiga unjuk prilaku yang satu sama lain saling berkaitan, yakni moral; knowing, moral feeling, and moral behavior. Karakter kita maknai
sebagai kualitas pribadi yang baik
(bermoral/berbudi pekerti), yakni arti tahu tentang kebaikan, mau berbuat
baik, dan nyata berprilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil
dari olah pikir, olah hati, oleh raga, dan olah rasa dan karsa. Secara
psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
keluarga, atuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan
dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development), Olah Pikir (intellectual
development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical
and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat
digambarkan dalam diagram Venn dengan empat l
Pusat Kurikulum Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional dalam publikasinya
berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011:2) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan: membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
tehnologi yang semuanya dijwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. dinyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; (2) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Dalam kaitan itu telah
diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik Pusat Kurikulum yaitu :
(1) Religius, (2) jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6)
Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis,
(9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai
Prestasi, (13) Bersahabat/ komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,
(16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab. Balitbangpuskurbuk,
(2011:3)
Menurut Muslich, (2011:86) Pendidikan
karakter di sekolah dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang berkaitan dengan norma dan
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran yang dieksplisitkan melalui pengaitan
antara mata pelajaran dengan nilai kehidupan sehari-hari dalam masyarakat
sekitarnya, sehingga pembelajaran yang diisi dengan nilai-nilai karakter
tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik
sehari-hari di masyarakat. Sedangkan
menurut Umi Kalsum (2011:6) pendidikan
karakter sangat cocok diterapkan dalam pendidikan formal (sekolah) karena tujuannya menanamkan
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
ataui kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Dalam konteks implementasi
pendidikan karakter di sekolah, maka agar guru harus memiliki karakter terlebih
dahulu. Menurut Hidayatullah, (2010:25); Guru berkarakter, bukan hanya mampu
mengajar tetapi ia juga mampu mendidik. Ia bukan hanya mampu mentransfer
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi ia juga mampu
menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengarungi hidupnya. Ia (guru)
bukan hanya memiliki kemampuan bersifat intelektual tetapi memiliki kemampuan
spiritual sehingga mampu membuka hati peserta didik untuk belajar; yang
selanjutnya adalah kemampuan interpersonal sehingga mampu hidup dengan baik di
tengah-tengah masyarakat.
D. Penelitian
Terkait
1. Muhammad Rais (2010) : Islam dan Kearifan Lokal; Dialektika Faham dan
Praktik Keagamaan Komunitas Kokoda-Papua dalam Budaya Lokal: Budaya suatu masyarakat lokal sangat mempengaruhi karakter hidup
masyarakat setempat, walaupun intevensi agama
diberikan secara maksimal, demikian pula tata aturan kemasyakatan yang
dibuat negara.
2. Wuri
Wuryandani (2010) Integrasi
Nilai-Nilai Kearifan lokal dalam Pembelajaran Untuk Menanamkan Nasionalisme Di
Sekolah Dasar:
Salah
satu cara yang dapat ditempuh guru di sekolah adalah dengan cara
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses pembelajaran di
sekolah. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam
pembelajaran diharapkan nasionalisme siswa akan tetap kukuh terjaga di
tengah-tengah derasnya arus globalisasi.
3. Djuherman (2007) Pendidikan Demokratis dalam Kurikulum
KTSP: Pembelajaran KTSP merupakan perwujudan demikratisasi dalam bidang
pendidikan, karena di sana ditanamkan
penghargaan, menjunjung tinggi
kreatifitas, dan menyenangkan peserta didik.
4. Winarno (2006). Pendidikan
Kewarganegaraan Persekolahan Standarisasi dan Pembelajarannya. Pendidikan
kewarganegaraan paradigma baru memiliki misi membentuk"warga negarayang
baik" nampaknya misi ini sama pula dengan pendidikan kewarganegaraan
sebe1umnya. Jadi disesuaikan dengan tafsir penguasa negara. Sekarang ini misi
pendidikan kewarganegaraan paradigma baru adalahmenciptakan kompetensi siswa
agar mampu berperan aktif dan bertanggung jawab bagi kelangsungan pemerintahan
demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan. pengembangan pengetahuan,
karakter dan ketrampilan kewarganegaraan.
5. Anna Stephens: A Host Guiding
Stars: Heroes Necessary Moral Education (2006):
With
the breakdown of common cultural ideals and morals, concurrent with the loss of
faith in public figures, and the general cynicism increasingly prevalent in
society, heroes are ever more marginalized in American society. Although some
Americans consciously recognize the need for heroes, particularly in the
education of children, most do not even realize that heroes have disappeared
from public discourse. Systemic issues will have to be dealt with in American
society before heroes regain their effectiveness. The value and legitimacy of
common cultural values must be embraced again, and the prevalent cynicism must
somehow be countered. Educating children to admire heroes may help in this, but
there must be consensus among educators on common values before that is
possible. Further, the role of parents is important as they monitor and
regulate the moral influences their children receive. There is probably no one
formula that will be effective for everyone, but moral education in schools,
homes, and the media is vital. As Edward DeRoche and Mary Williams point out in
Educating Hearts and Minds, “Whether in print, on the stage, or on film, the
hearts and minds of children and youth can be engaged by heroes…There are
lessons to be learned, hearts to be moved, and imaginations to be stimulated.”
III. METODE
PENELITIAN
Metode
penelitian akan memberikan petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau
petunjuk bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang bersifat eksploratif; Sugiyono (2007:15),
menyebutkan bahwa metode penelitian kualitatif ialah:
Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah, dimana peneliti
sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Metode
penelitian digunakan untuk mengkaji topik penelitian. Dengan kata lain metodologi
merupakan proses, prinsip-prinsip yang digunakan untuk mendekati masalah
dan mencari jawaban. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan
yaitu studi kasus. Studi kasus dipilih karena penelitian dilakukan secara
intensif, terperinci, mendalam terhadapsuatu kelompok, organisasi, lembaga atau
gejala tertentu. Ditinjau dari lingkup wilayahnya. Arikunto (1998:115)
mengemukakan bahwa:
Penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sangat sempit,
tetapi ditinaudari sifat penelitiannya, penelitian kasus lebih mendalam dan
membircarakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktuial
dengan mengumpulkan data, menyusun dan mengaplikasikannya serta menginterprertasikannya.
Lebih
lanjut Mulyana (2002:201) mengatakan bahwa studi kasus merupakan uraian dan
penjelasan komrehensif mengenai berbagai aspek dari seorang individu suatu
kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau situasi sosial.
Penelitian studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek
yang diteliti, dimana data diperoleh melalui
metode wawancara, pengamatan, penelaahan dokumen, hasil karya (suvei).
Selain itu juga peneliti mempelajari semaksimal mungkin subjek penelitian
dengaan tujuan untuk memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai
sibyek yang diteliti.
Penelitian kualitatif atau kajian
kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini menekankan pada
upaya investigasi untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena yang tengah
terjadi dalam mengetahui pengelolaan pendidikan karakter yang dilaksanakan guru
mata pelajaran di SMP Negeri 1 Biromaru Kabupaten Sigi.
Penelitian
ini menggunakan metode studi kasus, karena penelitian ini bermaksud untuk
memahami, mengungkap, menjelaskan dengan
rinci berbagai gambaran dan fenomena yang ada di lapangan kemudian dirangkum
menjadi simpulan berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan oleh peneliti. Penelitian
ini juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau
karakteristik indivudual, situasi, atau kelompok tertentu secara akurat. Dengan kata lain penelitian ini dilakukan
untuk mendeskripsikan kondisi saat ini. Penelitian studi kasus merupakan salah satu cara
untuk menemukan makna baru, menjelaskan sebuah kondisi keberadaan senyata
mungkin. Penelitian ini dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada
aspek-aspek program, strategi ipmlementasi, dan hambatan pencapaian tujuan pendidikan
di sekolah.
A.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Satori dan Aan (2010:22) menjelaskan “Penelitian
kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif” di mana melalui penelitian ini, peneliti dapat
mengenali subyek, merasakan apa yang di alami pengelola pendidikan / sekolah dalam
kehidupan sehari-hari terkait dengan pengelolaan pendidikan karakter yakni
aspek pembinaan kompetensi Guru, perencanaan, pengkondisian, pengawasan dan
penilaian pendidikan karakter, serta prosedur dan tahapan penyusunan kurikulum
dan langkah teknis selanjutnya guna
menumbuh kembangkan kesadaran
akan pentingnya nilai karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, bersahabat/komunikatif, cinta damai , gemar membaca, peduli sosial,
terhadap siswa.
B.
Subjek dan Tempat Penelitian
Subjek penelitian adalah guru SMP 1 Biromaru dan pihak-pihak
yang bersedia memberikan berbagai informasi berisi keterangan dan data penting
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini yang menjadi subjek utamanya
penelitian adalah; guru pengetahuan sosial (Agama, PKn), guru ilmu eksata
(matematika, fisika), guru pengetahuan bahasa (Bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris). Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Biromaru Kabupaten Sigi yang
berlokasi di jalan Karanjalemba No. 21 A Biromaru. Pemilihan tempat penelitian
didasarkan pada kebutuhan data penelitian
C.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting
dalam penelitian ini, karena tujuan utama sebuah penelitian adalah mengumpulkan
data. Menurut Cathrine Marshall, Gretchen B. Rosman (Sugoyono, 2008), Menurut Miles dan Huberman (2007:16),
bahwa dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting kondisi yang alamiah)
sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi
berperan serta ( participation
observation ), wawancara mendalam dan dokumentasi. Setiap data atau
informasi penting akan dilacak sampai tuntas sampai kebenaran data benar-benar
sahih, oleh karena itu dalam pengumpulan data sangat dimungkinkan melibatkan
banyak pihak di luar subyek yang ada di SMP Negeri 1 Biromaru.
1.
Wawancara
Wawancara
merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan terjadinya komunikasi secara
verbal antara pewawancara dengan subjek yang diwawancarai. Wawancara yang
mendalam dengan informan dilakukan dalam bentuk tanya jawab dan diskusi. Dalam
wawancara ini peneliti meminta informan memberikan informasi sesuai dengan yang
dialami, diperbuat, dan dirasakan atau pernah diketahui mengarah atau berkaitan dengan pendidikan karakter.
Menurut
Moleong (2007:186) “Wawancara
merupakan percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
( interviewer ) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (
interviewee ) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu”. Agar mempermudah peneliti dalam mendokumentasikan
berbagai data dan informasi yang disampaikan dari informan, maka hasil
wawancara di rekam dalam vioce recorder, camera
digital dan atau handphone. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
mewawancarai guru terlebih dahulu dan dilanjutkan pada pihak terkait lain.
Wawancara
yang akan dilakukan adalah wawancara yang bersifat terstruktur, dengan
menggunakan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan untuk mempermudah
peneliti dalam melakukan wawancara. Selanjutnya sebagai bentuk pendalaman
informasi dilakukan wawancara bebas, namun isinya tetap berkaitan dengan
pengelolaan pendidikan karakter di SMP Negeri 1 Biromaru.
Wawancara
dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi saat wawancara dengan mempertimbangkan
agama, usia, suku, bangsa, yang dipahami, tingkat pendidikan dan karakteristik
sosial budaya dari informan.
2.
Observasi
Observasi
(observation) atau pengamatan
merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam observasi
partisipatif (partisipatory observation)
pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Pengamat ikut
bergabung menjadi guru di sekolah. Dalam observasi nonpartisipan (nonpartisipation observation) pengamat
tidak ikut serta dalam megiatan mengajar di kelas, hanya berperan mengamati
kegiatan semata tidak ikut dalam kegiatan. Menurut Nasution dalam Sugiyono
(2008:310) bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai kenyataan yang
diperoleh melalui observasi.
3.
Studi dokumentasi
Studi
dokumentasi (docomentary study)
adalah suatu teknik data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen
baik tertulis yang sudah diterbitkan resmi Kementrian Pendidikan dan kebudayaan
atau, dokumen gambar, maupun elektronik. Studi dokumen dalam penelitian ini
bermaksud menelaah dokumen-dokumen yang telah ada. Pada penelitian inidokumen
yang akan diteliti berupa; biografi, sejarah kehidupan (life history), catan
guru bimbingan kounseling (BK), peraturan dn dokumen berupa gambar atau
foto.
D.
Teknik Analisis Data
Analisis
data adalah mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola,
kategori atau satuan uraian dasar. Patton dalam Moleong (1993:103). Menyatakan
proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, baik
data primer maupun data sekunder. Proses analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini mengacu kepada proses analisis data yang disampaikan oleh Miles Huberman (1962:16) yaitu : Setelah data
dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka selanjutnya data direduksi, disajikan,
dan ditarik kesimpulan serta veriikasinya.
1.
Redukasi data. Data
yang diperoleh melalui wawancara dan observasi direduksi, yaitu dengan
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu isi dati
data, kemudian dilakukan pengkodean dengan menggunakan analisis konten, fdan
diorganisasi sedemikian rupa dengan menggunakan analisis domain berdasarkan
kategori-kategori yang ditentukan. Kemudian dilakukan analisis komparatif
dengan melakukan crosschek dengan sumber datalainnya. Dengan demikian,
validitas data yang ada dapat dipertangungjawabkan.
2.
Penyajian data. Berupa
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
simpulan dan pengambilan tindakan.
3.
Penarikan simpulan dan verifikasi. Sejak awal pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti
benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan-penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab
akibat, dan proposisi. Setelah di dapat simpulan-simpulan sementara, kemudian
menjadi lebih rinci dan menjadi kuat dengan adanya bukti-bukti dari data.
Simpulan di verifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul
dari data diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni sebagai
validasi dari data itu sendiri.
E.
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.
Pemeriksaan
keabsahan data digunakan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kepercayaan atau
kredibilitas dari data yang diperoleh. Dalam penelitian ini pemeriksaan
keabsahan data menggunakan kriteria derajat kepercayaan (credibility). Moleong (2007:324) menjelaskan bahwa :
Penerapan kriterium derajat kepercayaan (kredibilitas)
pada dasarnya menggantgikan konsep validitas internal dan nonkualitatif.
Kriterium ini berfungsi pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga
tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukan derajat
kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada
kenyataan ganda yang sedang diteliti.
Pencapaian
keabsahan data kriteria derajat kepercayaan atau kredibilitas dapat digunakan
beberapa teknik pemeriksaan keabsahan yaitu : (1) perpanjangan keikutsertaan,
(2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, (4) pengecekan teman sejawat, (5)
kecukupan referensial, (6) kajian kasus negatif, dan (7) pengecekan anggota.
Moleong (2007:327). Uuntuk mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan
pemeriksaan keabsahan data, maka peneliti hanya menggunakan tiga dari tujuh
cara ada yaitu : (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi, (3) pemeriksaan
teman sejawat melalui diskusi.
1.
Ketekunan
pengamatan; Teknik pemeriksaan keabsahan data melalui ketekunan pengamat dalam
penelitian ini dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi lapangan,
menganalisis data, dan menafsirkan data-data yang diperoleh dari lapangan. Peneliti
selalu berusaha untuk melakukan pengamatan setiliti dan setekun mungkin pada
kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan sebelumnya. Berbagai informasi atau
data yang ada, baik yang dianggap penting ataupun kurang penting selalu
dianalisis secermat mungkin.
2.
Triangulasi.
Moleong (2007:330) mengatakan bahwa :Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatuyang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data ini”. Triangulasi
yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
(Patton dalam Moleong, 2010:330).
Moleong (2007:331) menjelaskan bahwa Triangulasi bahwa:
Triangulasi dengan sumber dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan
data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara ; (2) membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3)
membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan orang disepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang-orang seperti
rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada,
orang pemerintah; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Pada penelitian ini triangulasi sumber hnaya
membandingkan hasil wawancara dengan pengamatan, membandingkan hasil wawancara
dengan dokumen yang ada.
3.
Pemeriksaan teman
sejawat melalui diskusi. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mengekspos
hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan
pihak yang dianggap mampu memberikan masukan terhadap penelitian ini yaitu:
a.
Diskusi dengan
dosen yang ada di fakultas keguruan yang ada di Palu atau guru yang ada di SMP
Negeri 1 Biromaru atau MGMP guru mata pelajaran yang memiliki kompetensi
mengenai penelitian yang dilakukan.
b.
Diskusi dengan
rekan mahasiswa PPs Ilmu Pendidikan sebagai salah satu bentuk pengujian
keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti.
Pada dasarnya triangulasi data dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 4
Bagan Teknik Triangulasi dengan
Sumber
F.
Tahap-tahap Penelitian
1.
Tahap Pra lapangan
a.
Menyusun Rancangan
Penelitian: Kegiatan ini merupakan tahap awal dari serangkaian proses
penelitian. Intinya berupa penyusunan rancangan penelitian yang diajukan dalam
bentuk proposal penelitian yang diajukan ke KPS PPS Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Makassar. Kemudian proposal penelitian di seminarkan.
b.
Memilih Lapangan
Penelitian: Proses pemilihan latar penelitian diawali dengan data yang temukan
peneliti di SMP negeri 1 Biromaru Jl. Karanjalemba No.21 A Biromaru.
c.
Mengurus Perizinan:
Pengurusan izin yang bersifat administratif, dilakukan mulai dari PPs Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar sampai Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Sigi.
d.
Menyiapkan
Peralatan Penelitian: Pada tahap ini,
peneliti menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk memperlancar,
memperjelas dan mempermudah kegiatan pengumpulan data di lapangan . Adapun pada
tahap ini adalah mempersiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari pedoman
wawancara dan pedoman observasi.
2.
Tahap Pekerjaan Lapangan
a.
Memahami Latar
Penelitian
1)
Pembatasan
penelitian. Pemahaman latar penelitian menjadi sangat penting sehingga
untukmengumpulkanj data menjadi lebih efektif. Adapun latar penelitian ini
dibatasi pada lokasi dimana ksus berada, yaitu hanya di lokasi SMP Negeri 1
Biromaru
2)
Penampilan. Dalam
melakukan penelitian, peneliti juga
sangat memperhatikan penampilan. Karena lokasi ini di sekolah, maka peneliti
juga berusaha untuk tampil dengan sopan dan formal layaknya guru.
3)
Pengenalan hubungan
peneliti di lapangan. Penelitian ini bersifat pengamatan langsung tanpa
berperan serta, maka peneliti berusaha agar hubungan dengan lingkungan yang ada
dilokasi penelitian tetap penuh keakraban, tanpa mengubah situasi yang terjadi
pada latar penelitian dan perilaku alami yang ada dilokasi penelitian.
4)
Jumlah waktu studi.
Peneliti mengalokasikan waktu penelitian di lapangan selama 190 hari kerja.
Diharapkan dengan jumlah waktu yang sangat terbatas ijni berbagai data
penelitian dapat terkumpul dengan baik.
b.
Memasuki Lapangan
1)
Keakraban hubungan.
Keakraban hubungan peneliti dengan lihngkungan sosial dilingkungan sekolah
selalu dijaga peneliti. Agar mempermudah peneliti dalam upaya memperoleh
berbagai data yang diinginkan
2)
Mempelajari Bahasa.
Karena tempat penelitian ini di lakukan di Biromaru, maka peneliti berusaha
mempelajari bahasa Ledo, Da’a dan Ija, bahasa yang digunakan lingkungan subyek
penelitian.
3)
Peranan Peneliti.
Peran peneliti dalam aktifitas yang ada di lokasi penelitian tidak besar.
Karena penelitian ini dilakukan dengan pengamatan lagsung tanpa berperan serta,
sehingga peneliti menghindari peran serta langsung karena di khawatirkan hal
tersebut akan mempengaruhi kondisi dan perilaku yang akan terjadi di lokasi
penelitian.
c.
Berperan serta dan
mengumpulkan data
1)
Pengarahan Batas
Studi. Pengarahan batas studi dilakukan dengan memperhatikan batasan masalah
pada fokus penelitian yang akan di teliti yaitu mengenai hal ikhwal guru mata
pelajaran yang dijadikan obyek penelitian. Pengarahan batas studi menjadi
penting agar peneoliti tidak terjebak pada masalah-masalah yang bera di luar
fokus masalah penelitian.
2)
Mencatat data. Mencatat
data yang ada di lokasi penelitian, dilakukan peneliti pada saat dan sesudah
berlangsungnya pengumpulan data, baik pada saat wawancara maupun pada saat dan
sesudah kegiatan observasi berlangsung.
3.
Analisis Data
Bogdan
dan Biklen, 1982 (dalam Moleong, 2007:248) menyatakan bahwa:
Analisis data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya, menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari data dan menemuka pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia, baik dta primer maupun data sekunder. Proses analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada proses analisis data yang
disampaikan oleh Miles dan Huberman, 1962 yaitu “setelah data dibaca,
dipelajari, dan ditelaah, maka selanjunya data direduksi, disajikan, dan
ditarik kesimpulan serta verifikasinya.
- Reduksi Data (Data Reduction)
Sugiyono (2008:338) menyatakan bahwa “mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting
dicari tema dan polauya dan membuang yang tidak perlu:
- Panyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi ; maka langkah selanjutnya adalah
menyajikan data. Penyajian data ini bertujuan agat data terorganisir, tersusun
dalam pola yang berhubungan, sehingga,
akan lebih mudah untuk dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dengan
tekd yang bersifat naratif dan tabel.
- Menarik kesimpulan dan verifikasi.
Sejak awal pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti
benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat,
dan proporsi.
Tahapan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5
Rancangan Tahap-Tahap
Penelitian
Secara keseluruhan bagaimana proses
penelitian ini dilakukan, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6.
Gambar Prosedur
keseluruhan Kegiatan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 1998. Prosedur
penelitian. Jakarta: PT. Rieneka Cipta.
Azzet,2011. Urgensi
Pendidikan Karakter Di Indonesia: Revitalisasi Pendidikan Karakter Terhadap
Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa. Jakarta: Arruz Media
Balitbangpuskurbuk, 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter:
Berdasarkan Pengalaman Di Satuan Pendidikan Rintisan. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
David,
2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT
Indeks.
Dewantara, 1962. Karja
Ki. Hadjar Dewatara Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Pertjetakan
Taman Siswa.
Djuherman, 2007 Pendidikan
Demokratis dalam Kurikulum KTSP. Bandung: Perpustakaan Digital UPI
Hidayatullah, 2010. Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban bangsa. Surakarta: Yuma
Pressindo.
Hosni L (t.thn) Buku Ajar Orientasi Mobilitas. Jakarta:Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
John, 2010. Membangun Karakter Tangguh: Mempersiapkan Generasi Anti Kecurangan. Surabaya:
Portico Publishing
Kadarman,
1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta, Gramedia
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010. Desain Induk Pengembamngan Karakter, Jakarta:
Dikti
Khan, 2010, Pendidikan
Karakter Potensi Diri Mendongkrak
Kualitas Pendidikan. Yokyakarta: Pelangi Publishing
Koesoema. 2011. Pendidikan
Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman global. Jakarta: Kompas Gramedia
Miles,2005. Analisis Data Kualitatif. Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan: Tjetjep Rohendi. Jakarta UI-Press.
1992
Mulyana,
2002. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung:
PT. Rosdakarya
Muslich,
2011. Pendidikan Karakter Menjawab
Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Moleong,
2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet.
Ketujuh. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Rais, 2010 : Islam dan Kearifan Lokal; Dialektika Faham dan Praktik Keagamaan
Komunitas Kokoda-Papua dalam Budaya Lokal.
Banjarmasin: ACIS
Raka, dkk. 2011. Pendidikan Karakter
Di Sekolah: Dari gagasan Ke Tindakan. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
Kompas Gramedia
Rahardja,
D. 2010. Sistem Pengajaran Modul. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Rowe,
Mason, Dickel, Snyder, 1989. Strategic
Management: A Methological Approach. New York: Addison-Wesley Publishing
Company.
Sagala,
2007. Manajemen Stratejik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan: Pembuka Ruang Kreativitas, Inovasi dan
Pemberdayaan Sekolah dalam Sistem Otonomi Sekolah. Bandung: Alfabeta.
Samani
– Hariyanto. 2011. Konsep dan Model
Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
Satori
- Aan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.
2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Cet.
4. Bandung: CV. Alfabeta
Tilaar,
2007, Mengindonesia Etnisitas dan
Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rieneka Cipta
Tjiptono dan Gregorius. 2005. Service, Quality & Satisfaction.Yogyakarta:
ANDI.
Umi, Kalsum 2011. Implementasi
Pendidikan Karakter Paikem. Jakarta:
Gema Pratama Pustaka
Usman, 2010. Manajemen:
Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Cetakan Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Wuryandani, 2010: Integrasi Nilai-Nilai Kearifan lokal dalam
Pembelajaran Untuk Menanamkan Nasionalisme Di Sekolah Dasar’ Bandung: Perpustakaan Digital UPI
Winarno, 2006. Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan
Stndarisasi dan Pembelajarannya. Bandung:
Perpustakaan Digital UPI
Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
terima kasih artikelnya sangat membantu, kebetulan kami juga bergerak di bidang pengembangan aplikasi khususnya untuk absensi sekolah berbasis sms gateway terhubung langsung dengan HP orang tua, cocok juga untuk absensi pegawai kantor, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi website kami www.schoolmantic.com
BalasHapus